BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Revolusi
industri telah memberikan dampak yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan
manusia di berbagai sector inti kehidupan seperti pertanian, manufaktur,
komunikasi, pertambangan, transportasi, dan teknologi. Revolusi yang sudah
dimulai sejak abad ke-17 tersebut telah mengubah cara kerja yang radikal dari
penggunaan tenaga manusia menjadi cara kerja dengan tenaga mesin yang bekerja
secara mekanis. Bahkan, saat ini dunia sedang bertransisi untuk memasuki era revolusi
industri 4.0 yaitu era penerapan teknologi fiber (fiber technology) dan
sistem jaringan terintegrasi (integrated network), yang bekerja di
setiap aktivitas ekonomi dari produksi hingga konsumsi.[1]
Perkembangan
teknologi informasi dan digitalisasi telah mengubah sikap dan perilaku
masyarakat dalam melakukan komunikasi, interaksi, dan transaksi. Perkembangan
digitalisasi dalam transaksi keuangan memiliki sisi positif dan negative. Sisi
positif perkembangan era digital dalam transaksi keuangan lebih mempermudah
transaksi keuangan secara efektif dan efesien. Namun sisi negatifnya adalah
mengenai persoalan perlindungan data konsumen. Padahal perlindungan data
konsumen sangat penting untuk melindungan konsumen tersebut dari pencurian
data, peretasan, serta penyalahgunaan data untuk hal-hal yang melanggar hukum.
Salah
satu dampak perkembangan era digitalisasi dalam system transaksi keuangan
adalah dengan banyaknya pertumbuhan perusahaan Financial Technology (Fintech)
di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan perusahaan Fintech dikarenakan Fintech
menawarkan beragam layanan keuangan yang sangat membantu masyarakat dalam
menjalankan roda perekonomian lebih efektif dan efesien khususnya sector
keuangan. Namun, dalam pelaksanaannya ternyata bisnis Fintech memiliki
potensi resiko, setidaknya ada dua potensi resiko yaitu resiko keamanan data
konsumen dan resiko kesalahan transaksi. Kedua resiko tersebut kemudian akan
membawa kerugian pada masing-masing pihak dalam bisnis Fintech.
Timbulnya aksi kejahatan online seperti penyadapan, pembobolan, dan
cybercrime dalam transaksi financial perbankan menjadikan masyarakat ragu untuk
melakukan transaksi online.[2]
Fenomena
kebocoran data pribadi sudah terjadi berulang kali di Indonesia sehingga
menimbulkan kekhawatiran konsumen dalam melakukan transaksi jasa keuangan
secara online. Dikutip dari Dataindonesia.id, ada beberapa kasus
kebocoran data yang terjadi pada tahun 2023 antara lain, kasus kebocoran data
BPJS Ketagakerjaan Indonesia sebanyak 19,56 juta pelanggan yang terjadi pada tanggal
12 Maret 2023, kebocoran data nasabah Bank Syariah Indonesia (BSI) yang terjadi
pada 8 Mei 2023, data pengguna MyIndiHome sebanyak 35 juta data pengguna
MyIndiHome yang terjadi pada akhir Juni 2023, dan data paspor Indonesia
sebanyak 1 juta data paspor WNI yang terjadi pada Juli 2023. [3]
Tindaklanjut
atas maraknya kebocoran data konsumen di Indonesia menjadi problematika
kontemporer memerlukan perlindungan hukum berupa regulasi yang melindungi
konsumen dari tindak kejahatan cyber crime. Sebagaimana diatur dalam
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya disebut UUPK), bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah :
a.
meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.
mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa;
c.
meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen;
d.
menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e.
menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;
f.
meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Selain
itu, terkait kebocoran data konsumen, Pihak Usaha Jasa Keuangan (PUJK)
bertanggungjawab penuh kepada konsumen apabila terjadi kobocoran data di
kemudian hari. Hal ini sudah diatur dalam Peraturan OJK Nomor 6/PUJK.07/2022
tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, yang
mengatur: (1) PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul
akibat kesalahan, kelalaian, dan/atau perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, yang dilakukan
oleh Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk
atau mewakili kepentingan PUJK; (2) Dalam hal PUJK dapat membuktikan bahwa
terdapat keterlibatan, kesalahan, kelalaian dan/atau perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan yang dilakukan oleh Konsumen, PUJK tidak bertanggung jawab atas
kerugian Konsumen yang timbul. (3) Bentuk tanggung jawab atas kerugian Konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disepakati oleh Konsumen dan PUJK. (4)
Tindak lanjut Otoritas Jasa Keuangan dalam proses pembuktian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan mengenai Konsumen.
PUJK
juga dilarang a) memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai Konsumen
kepada pihak lain; b) mengharuskan Konsumen setuju untuk membagikan data
dan/atau informasi pribadi sebagai syarat penggunaan produk dan/atau layanan;
c) menggunakan data dan/atau informasi pribadi Konsumen yang telah mengakhiri
perjanjian produk dan/atau layanan; d) menggunakan data dan/atau informasi pribadi
calon Konsumen yang permohonan penggunaan produk dan/atau layanan ditolak oleh
PUJK; dan/atau e) menggunakan data dan/atau informasi pribadi calon Konsumen
yang menarik permohonan penggunaan produk dan/atau layanan.
Selanjutnya,
data pribadi konsumen yang tidak boleh disebarkan meliputi nama, Nomor Induk
Kependudukan, alamat, tanggal lahir dan/atau umur, nomor telepon, nama ibu
kandung, dan/atau data lain yang diserahkan atau diberikan akses oleh konsumen
kepada PUJK.
Atas uraian latar belakang diatas,
peneliti ingin mengkaji Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen atas Kebocoran
Data pada Jasa Keuangan di Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka yang dijadikan rumusan masalah penelitian
ini adalah:
1.
Bagaimana
konsep perlindungan hukum terhadap konsumen atas kebocoran data pada jasa
keuangan di Indonesia?
2.
Bagaimana
proses penyelesaian sengketa atas kerugian konsumen apabila terjadi kebocoran
data pada jasa keuangan di Indonesia?
C. Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun antara lain:
1.
Untuk
mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap konsumen atas kebocoran
data pada jasa keuangan di Indonesia;
2.
Untuk
mengetahui dan menganlisis proses penyelesaian sengketa atas kerugian konsumen
apabila terjadi kebocoran data pada jasa keuangan di Indonesia
D. Manfaat
Penelitian
1. Kegunaan
Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan agar
dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum khususnya tentang
perlindungan hukum terhadap kerugian konsumen atas kebocoran data konsumen pada
jasa keuangan di Indonesia serta mengetahui proses penyelesaian sengketa antara
konsumen dengan PUJK apabila terjadi kebocoran data konsumen yang dapat
merugikan konsumen. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bahan
kepustakaan bagi peneliti yang ingin membahas terkait persoalan yang telah
disebutkan.
2. Kegunaan
Praktis
Hasil penelitian ini juga dimaksudkan
dapat digunakan sebagai masukan kepada masyarakat agar hati-hati dalam
memberikan informasi data pribadi kepada pihak usaha jasa keuangan yang dapat
merugikan konsumen apabila data pribadi tersebut disalahgunakan oleh pihak yang
tidak bertanggungjawab.
E. Kerangka Konseptual
Untuk memudahkan pembahasan pada
penelitian ini, maka disusun kerangka konseptual sebagai berikut:
1.
Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen);
2.
Pelaku
Usaha Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat PUJK adalah Lembaga Jasa
Keuangan dan/atau pihak yang melakukan kegiatan usaha penghimpunan dana,
penyaluran dana, dan/atau pengelolaan dana di sektor jasa keuangan (Pasal 1
angka 2 Peraturan OJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan
Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan) ;
3.
Konsumen
adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan
yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan,
pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada
Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang undangan di sektor jasa keuangan
(Pasal 1 angka 3 Peraturan OJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan
Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan);
4.
Data
Pribadi adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat
diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau
non-elektronik (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang
Perlindungan Data Pribadi).
F. Metode Penelitian
Penelitian Hukum adalah proses analisa
yang meliputi metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari gejala hukum tertentu, kemudian mengusahakan pemecahan atas masalah
yang timbul. Sehingga dibutuhkan suatu metode penelitian yang tepat. Metode ini
membantu proses penelitian sesuai dengan rumusan masalah yang dikaji serta
tujuan penelitian yang akan dicapai.[4]
Berikut metode penelitian yang disusun untuk memperoleh jawaban atas kebenaran
suatu permasalahan yang akan dibahas.
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah yuridis normative. Penelitian hukum normatif pada
hakikatnya mengkaji hukum yang di konsepkan sebagai norma atau kaidah yang
berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Menurut
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji mendefinisikan penelitian hukum normatif,
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder belaka.[5]
Penelitian hukum normatif yang
meneliti dan menelaah bahan pustaka, atau data sekunder, maka penelitian hukum
normatif disebut juga penelitian hukum kepustakaan, penelitian hukum teoritis/
dogmatis. Dengan demikian bahan yang diteliti pada penelitian hukum normatif
adalah bahan pustaka atau data sekunder. Di samping itu, pendekatan masalah
yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan kepustakaan (library research).
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penulisan
ini adalah penelitian diskriptif analitis. Deskriptif penelitian ini, terbatas
pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana
adanya, sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian
ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif, tentang keadaan sebenarnya
dari obyek yang diselidiki. Sedangkan istilah analitis mengandung makna
mengelompokan, menghubungkan, membangdingkan data-data yang diperoleh dari segi
teori maupun dari segi praktek.
3. Sumber dan Jenis Data
Sumber
data merupakan tempat diperolehnya data. Sumber data dalam penelitian hukum
normatif hanya diperoleh dari sumber data sekunder. Sumber data sekunder, yakni
data yang diperoleh dari bahan kepustakaan atau literatur yang ada hubungannya
dengan objek penelitian. Di dalam literatur hukum, maka sumber data dalam
penelitian hukum normatif disebut dengan bahan hukum. Bahan hukum merupakan
bahan yang dapat dipergunakan dengan tujuan untuk menganalisis hukum yang
berlaku. Bahan hukum yang dipergunakan untuk dianalisis dalam penelitian ini
terdiri atas:
a.
bahan
hukum primer yang terdiri atas
1.
Undang-undang
Dasar 1945;
2.
Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi;
3.
Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
4.
Peraturan
OJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor
Jasa Keuangan;
5.
Peraturan
perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan penelitian
ini.
b.
bahan
hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer
dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer berupa
hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah.
c.
Bahan
hukum tersier merupakan bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa tulisan artikel,
kamus, dan ensiklopedia hukum.
4. Teknik
Pengumpulan Data
Bahan
hukum dikumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan identifikasi peraturan
perundang-undangan, serta klasifikasi dan sistematisasi bahan hukum sesuai
permasalahan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Studi
kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, menelaah, mencatat, membuat ulasan
bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap
kerugian konsumen atas kebocoran data pada jasa keuangan.
5. Analasis
Data
Pada
penelitian hukum normatif, pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan
sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarati
membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk memudahkan
pekerjaan analisis dan konstruksi. Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data
penelitian hukum normatif dengan cara data yang diperoleh di analisis secara
deskriptif kualitatif yaitu analisa terhadap data yang tidak bisa dihitung.
Bahan hukum yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan, pemeriksaan dan
pengelompokan ke dalam bagian-bagian tertentu untuk diolah menjadi data
informasi.
[1] Akmal, Lebih Dekat Dengan Industri 4.0, Yogyakarta : Deepublish, 2019, hal. 16.
[2]
Kornelius, et al, Perlindungan Hukum Terhadap Keamanan Data Konsumen
Financial Technology (Fintech) di Indonesia (2019), Jurnal Refleksi Hukum
Vol. 3, No. 2, hal. 146
[3] https://dataindonesia.id/digital/detail/deret-kasus-kebocoran-data-ri-pada-2023-dari-bsi-hingga-paspor
diakses pada tanggal 31 Agustus 2023
[4] Ani
Purwati, Metode Penelitian Hukum : Teori dan Praktek, Surabaya : Jakad
Media Publishing, 2020, hal. 4
[5] Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2010, hal. 13-14.